Kasus paling banyak
terjadi yang mengakibatkan seorang konsumen dirugikan adalah jadwal
serah-terima kunci meleset dari waktu yang sudah dijanjikan. Melesetnya
pun tidak pernah lebih cepat dari jadwal, karena selalu lebih lambat.
Bahkan, sudah menjadi kelaziman, bahwa serah terima kunci seolah-olah
memang harus terlambat.
Bisa dikatakan, hampir tak ada pengembang
yang memberikan garansi tertulis disertai kompensasi-kompensasi yang
jelas bilamana bangunan yang sudah dibeli konsumen telat pada waktu
penyerahan kuncinya. Sejatinya, betapa menarik dan tergodanya konsumen
bila ada developer melakukan hal ini. Bahkan, barangkali, jika ini
dilakukan dapat menjadi sebuah tools marketing dahsyat.
Pelanggaran
lain tak kalah banyak terjadi adalah penanganan komplain yang tidak
memadai manakala ada bangunan cacat (retak, bocor, tidak sesuai
spesifikasi yang dijanjikan, dan sebagainya). Garansi biasanya diberikan
selama kurun waktu 100 hari atau 3 bulan sejak serah terima kunci. Yang
terjadi, sebelum 3 bulan bangunan memang berfungsi baik, tapi
setelahnya mulai muncul masalah.
Masalah lain, bagaimana bila
rumah diserahkan pada musim kemarau, sementara hujan yang pertama kali
mengguyur setelah rumah dihuni baru baru terjadi setelah masa 100 hari
itu habis. Alangkah hebatnya dan akan menjadi sebuah sarana promosi
yang hebat jika garansi terhadap kebocoran rumah misalnya, diberikan
setelah rumah tersebut diterpa hujan. Maka, calon konsumen sudah
seharusnya sangat cermat memperhatikan dan mencermati komitmen yang
diberikan secara tertulis maupun lisan oleh pengembang saat mereka
menawarkan produknya.
Pertanyaannya, jika komitmen tertulis dengan
mudah didapat, bagaimana membuktikan komitmen yang disampaikan secara
lisan oleh tenaga marketing pengembang tersebut?
Namun, yang lebih penting
dari itu, komitmen pengembang dalam membangun sebuah kawasan atau
perumahan dapat terlihat secara fisik dari infrastruktur yang disediakan
di situ, sampai dengan hal-hal yang remeh-temeh seperti bagaimana
pepohonan dirawat. Kita bisa menilik rencana sarana jalan yang ada,
cukup luas atau cuma sedikit lebih lebar dari sebuah gang senggol.
Perhatikan
pula pengaturan drainase di lokasi ini, bagaimana dan seperti apa
fasilitas umum disediakan. Semua ini bisa secara mudah dinilai. Bahkan,
bagaimana tampilan fisik kantor pemasaran, cara karyawannya melayani
konsumen, sampai dengan bagaimana pepohonan dan taman dirawat, akan
menunjukkan filosofi dan komitmen pengembang dalam membangun kawasan
atau kompleks hunian tersebut secara keseluruhan.
Perlu diketahui,
pengembang yang sekadar "menjual unit" akan berbeda dengan pengembang
yang berkomitmen membangun kawasan atau menawarkan hunian nyaman yang
terkonsep secara matang. Pengembang yang sekadar mengeruk untung akan
berbeda dengan pengembang dengan perspektif dan menawarkan sebuah nilai
investasi bagi konsumen. Mereka yang sekadar menjual unit umumnya tak
akan memperhatikan segala sesuatu di luar kawasannya. Istilahnya,
bagaimana sarana jalannya, sarana transportasinya, bagaimana
interaksinya dengan lingkungan sekitar, bukanlah urusan mereka.
Ya,
begitulah kurang lebih jika diterjemahkan. Nah, untuk mengetahui dan
mengukur komitmen semacam ini, mau tak mau konsumen harus mengeluarkan
tenaga ekstra dengan melihat langsung ke lokasi, mengamati, dan
mencermati semua hal di sepanjang jalan menuju lokasi.
Tentunya,
sangat mustahil mencium komitmen ini hanya dari brosur yang dicetak,
apalagi kata-kata memikat dari tenaga pemasarnya yang rapi atau cantik
rupawan. Padahal, dengan kunjungan ke lokasi, calon konsumen akan dapat
menilai komitmen pengembang tersebut, dan kemudian dapat memastikan,
apakah investasi yang kita lakukan atas calon rumah tersebut akan
berprospek atau ngehek.
0 komentar:
Posting Komentar